foto: pangantan Jamang anak perempuan (kiri) dan anak laki-laki(kanan)
Perputaran saat seringkali menyeret kita pada alam yang berbeda tanpa disadari. Begitu juga dengan identitas sebuah bangsa, kadang tanpa sadar secara perlahan kita tanggalkan mahkota kebanggaan kita ditukar dengan label moderenitas. Tentu hal ini sangat memprihatinkan, sebuah kearifan lokal yang diwariskan leluhur lenyap tanpa bekas, sedangkan budaya dan tren baru yang mewabah dari negeri antah-berantah laku keras di pasaran. Ironisnya lagi, konsumen tetap semua produk impor tersebut adalah remaja yang akan menjadi nahkoda negeri ini di masa depan.
Berdasarkan problema pelik tersebut, penulis berusaha memperkenalkan keindahan budaya tidak hanya lewat narasi tapi menyertakan dokumentasi lewat kedipan-kedipan lensa kamera. foto-foto ini merupakan budaya Madura yang disebut Pangantan Jamang (Penganten Jamang) yang harus tetap dijaga kelestariannya.
Pangantan Jamang dahulu merupakan permainan anak-anak di Madura kala waktu senggang, namun seiring dengan perjalanan waktu permainan tan-pangantanan telah menjadi tradisi di Madura, Sumenep khususnya. Dahulu penganten Jamang menggunakan samper palekat (kain panjang) yang dililitkan di tubuh penganten hanya sampai dada, akan tetapi sekarang telah menggunakan kain yang lebih indah dan rapi seperti yang tanpak di foto-foto pakaian pangantan Jamang. Tata rias yang di balurkan ke tubuh penganten hingga kulitnya berwarna kuning merupakan campuran beras dan temmo (kunir dan kunyit kuning).
Kata Jamang sendiri diambil dari perhiasan yang digunakan pengaten, yakni perhiasan yang dipakai layaknya mahkota pada jaman kerajaan yang diikat di bagian kepala. Selain itu untuk mempercantik sang penganten, perias juga memberikan untaian roncean bunga melati. Setelah segala pernak-perniknya telah siap maka pangantan Jamang siap di arak keliling kampung menggunakan Jaran kenca' dan diiringi musik saronen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar