Sabtu, 28 September 2013

Liuk Irama Musik Saronen dalam bidikan Lensa




Madura satu di antara pulau-pulau yang ada di Indonesia. Daerah itu memiliki ragam budaya, di antara budaya yang terjaga dan tetap eksis di kalangan penggemarnya adalah saronen. Musik Saronen memiliki harmonisasi yang dinamis, rancak, dan bertema keriangan. Bunyi musik itu mencerminkan karakteristik dan identitas masyarakat Madura yang tegas, polos, dan sangat terbuka.
Keberadaan musik saronen erat kaitannya dengan penyebaran agama islam di Madura khusunya di Kabupaten Sumenep. Karena lahirnya musik itu, diprakarsai oleh ulama Sumenep sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan agama Islam kepada Masyarakat.
Usia musik tradisional itu lebih dari 500 tahun lamanya. Musik itu pertama kali dimunculkan atau diciptakan oleh Kiai Hatib Sendang, beliau putera ulama yang pertama kali datang ke Sumenep, Sayid Ahmad Baidhawi (Pangeran Katandur). Tempat tinggal Kiai Hatib (cicit Sunan Kudus) adalah desa Sendang Kecamatan Paragaan, yang juga tercatat sebagai pondok pesantren pertama di Madura.
Nama Saronen dalam catatan sejarahnya mengambil dari nama hari senin(Sennenan). Dalam sejarahnya musik itu sering ditabuh setiap hari Senin di Pasar Ganding Sumenep. Kyai Hatib Sendang dan para pengikutnya menghibur pengunjung pasar disertai pelawak yang menari (Atandang), selain itu mereka melantunkan kejhung islami untuk mengajak masyarakat untuk melakukan Syariat Islam secarah kaffah dan benar. Setelah para pengunjung pasar berkumpul, mulailah giliran Kyai Hatib Sendang berdakwah memberi pemaparan tentang Islam dan kritik sosial. Gaya dakwah yang kocak humoris tapi mampu menggetarkan hati pengujung membuat masyarakat yang hadir tertarik langsung minta baiat masuk Islam.



Salah satu bukti bahwa musik saronen berbau Islam dan dijadikan sebagai media dakwah oleh Kia Hatib terlihat dengan rangkaian instrumen musik saronen dengan sembilan komponen.  Ciri khas musik saronen itu karena disesuaikan dengan nilai filosofis Islam yang merupakan kepanjangan tangan dari kalimat pembuka Alqur'anul Karim yaitu " Bis Mil Lah Hir Roh Ma Nir Ro Him ". Kesembilan instrumen musik SARONEN itu terdiri dari : 1 saronen, 1 gong besar, 1 kempul, 1 satu kenong besar, 1 kenong tengahan, 1 kenong kecil, 1 korca, 1 gendang besar, 1 gendang dik-gudik (gendang kecil ). Namun seiring dengan bergulirnya waktu nuansa islami tak dapat lagi ditangkap mata pada setiap pagelaran-pagelaran musik itu.
Yang menarik dan menjadi jiwa dari musik asal Madura itu adalah alat tiup berbentuk kerucut, terbuat dari kayu jati dengan enam lobang berderet di depan dan satu lubang di belakang. Sebuah gelang kecil dari kuningan mengaitkan bagian bawah dengan bagian atas ujungnya terbuat dari daun siwalan . Pada pangkal atas musik itu ditambah sebuah sayap dari tempurung menyerupai kumis , menambah kejantanan dan kegagahan peniupnya. Alat tiup yg mengerucut ini berasal dari Timur Tengah yang dimodifikasi bunyinya. Dalam sebuah buku yang berjudul “ Lebur; Seni Budaya dan Musik Madura” karangan Helene BourvierSaronen adalah sebuah alat musik yang berasal dari timur tengah. Alat musik itu di daerah asalnya dikenal dengan beraneka ragam nama, yaitu surnai, sirnai, sarune, shahnai.
Alat musik Saronen biasanya dipakai sebagai pembuka komposisi dengan permainan solo. Suaranya yang sedikit sengau dan demikian keras, meloncat-loncat, melengking-lengking dan meliuk-liuk dalam irama yang menghentak. Baru setelah itu diikuti oleh pukulan alat musik lainnya. Perpaduan alat-alat musik tersebut menghasilkan keselarasan irama.
Setiap komposisi musik yang dimainkan, diawali dalam tempo lamban yang berubah menjadi tempo medium, lalu semakin cepat, atau sebaliknya, permainan diawali langsung dalam tempo medium langsung berubah menjadi cepat dan berakhir dengan tempo yang semakin cepat. Permainan yang sangat variatif dan penuh improvisasi dari para pemain, serta teriakan yang dilontarkan para pemain menambah kegairahan pada irama yang sudah melengking dan meloncat-loncat. Dalam setiap permainan, setiap komposisi lagu berakhir seketika, dalam arti semua instrumen berhenti pada saat yang sama.



Seperti halnya instrumen musik lain, Saronen dapat dimainkan sesuai  dengan jenis irama yang diinginkan. Walaupun sangat dominan memainkan jenis irama mars, dalam bahasa Madura irama  sarka’, Saronen itu mampu menghasilkan jenis irama lainnya, yaitu irama lorongan (irama sedang). Jenis irama itu terdiri dari dua, yaitu irama sedang  “lorongan jhalan” dan  irama slow ‘lorongan toju’. Masing-masing irama tersebut dimainkan di berbagai kegiatan kesenian dengan acara serta suasana yang berbeda
Untuk irama sarka’, biasanya dimainkan dalam suasana riang dan permainan musik cepat dan dinamis. Tujuannya adalah memberikan  semangat dan suasana hangat. Adapun semua lagu dapat digubah dalam irama sarka’. Sementara itu, untuk jenis irama lorongan, baik lorongan jhalanlorongan toju’ (slow), lagu-lagu yang dimainkan biasanya berasal dari  berbagai lagu gending karawitan. (sedang) atau
Ketika mengiringi kerapan sapi  menuju lapangan untuk berlaga, irama sarka’ itu dimainkan untuk memberikan dorongan semangat, baik kepada sapi atau pun pemilik serta para pengiring-nya. Begitu pula ketika Saronen mengiringi sepasang pengantin, irama  itu dimainkan sampai sepasang pengantin itu mencapai pintu gerbang. Musik ber-irama sarka’ itu, mampu menciptakan suasana hangat dan kegembiraan  bagi penonton.
Sedangkan irama lorongan jhalan (irama sedang), biasanya dimainkan  pada saat dalam perjalanan menuju lokasi tujuan. Baik ketika sedang mengiringi sapi kerapan ataupun atraksi sapi sono’. Selain itu, irama itu dimainkan ketika mengiringi atraksi kuda serek (jarankenca’) atau pun di  berbagai acara ritual yang berkaitan dengan prosesi  kehidupan manusia. Adapun lagu-lagu yang dimainkan berasal dari lagu-lagu gending karawitan, seperti gending Nong-Nong, Manyar Sebuh, Lan-jalan ataupun Bronto Sewu.


Irama lorongan toju’, biasanya memainkan lagu-lagu gending yang ber-irama lembut (slow). Jenis irama itu dipakai untuk mengungkapkan luapan perasaan yang melankonis, rindu dendam, suasana sedih ataupun perasaan bahagia. Irama lorongan toju’ biasa dimainkan ketika mengiringi pengantin  keluar dari pintu gerbang menuju pintu pelaminan. Adapun gending-gending yang dimainkan adalah alunan gending Angling, Rarari, Puspawarna, Kinanti, Gung-Gung dan lainnya.
Dalam setiap penampilan agar semakin memikat, biasanya para pemain menggunakan seragam yang sama. Untuk acara-acara ritual, para pemain biasanya memakai odheng Madura dan bersarung; ada juga yang mengenakan celana dan baju hitam longgar khas petani Madura serta berkaos dengan motif garis-garis panjang berwarna merah putih. Namun di kalangan kaum muda biasanya mereka tampil lebih modern, dengan mengenakan pakaian warna-warna terang dan mencolok serta memakai rompi yang dihiasi oleh rumbai-rumbai  benang emas. Penampilan mereka semakin keren dengan memakai kaca mata hitam serta topi lakan.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar