Madura satu di antara
pulau-pulau yang ada di Indonesia. Daerah itu memiliki ragam budaya, di antara
budaya yang terjaga dan tetap eksis di kalangan penggemarnya adalah saronen.
Musik Saronen memiliki harmonisasi yang dinamis, rancak, dan bertema keriangan. Bunyi
musik itu mencerminkan karakteristik dan identitas masyarakat Madura yang
tegas, polos, dan sangat terbuka.
Keberadaan musik saronen
erat kaitannya dengan penyebaran agama islam di Madura khusunya di Kabupaten
Sumenep. Karena lahirnya musik itu, diprakarsai oleh ulama Sumenep sebagai media
untuk menyampaikan pesan-pesan agama Islam kepada Masyarakat.
Usia musik tradisional itu
lebih dari 500 tahun lamanya. Musik itu pertama kali dimunculkan atau diciptakan
oleh Kiai Hatib Sendang, beliau putera ulama yang pertama kali datang ke
Sumenep, Sayid Ahmad Baidhawi (Pangeran Katandur). Tempat tinggal Kiai Hatib
(cicit Sunan Kudus) adalah desa Sendang Kecamatan Paragaan, yang juga tercatat
sebagai pondok pesantren pertama di Madura.
Nama Saronen dalam
catatan sejarahnya mengambil dari nama hari senin(Sennenan). Dalam sejarahnya
musik itu sering ditabuh setiap hari Senin di Pasar Ganding Sumenep. Kyai Hatib Sendang dan para pengikutnya menghibur
pengunjung pasar disertai pelawak yang menari (Atandang), selain itu mereka
melantunkan kejhung islami untuk mengajak masyarakat untuk melakukan Syariat
Islam secarah kaffah dan benar. Setelah para pengunjung pasar berkumpul,
mulailah giliran Kyai Hatib Sendang berdakwah memberi pemaparan tentang Islam
dan kritik sosial. Gaya dakwah yang kocak humoris tapi mampu menggetarkan hati
pengujung membuat masyarakat yang hadir tertarik langsung minta baiat masuk
Islam.
Salah satu bukti bahwa
musik saronen berbau Islam dan dijadikan sebagai media dakwah oleh Kia Hatib
terlihat dengan rangkaian instrumen musik saronen dengan sembilan komponen. Ciri khas musik saronen itu karena disesuaikan dengan nilai filosofis
Islam yang merupakan kepanjangan tangan dari kalimat pembuka Alqur'anul Karim
yaitu " Bis
Mil Lah Hir Roh Ma Nir Ro Him
". Kesembilan instrumen musik SARONEN itu terdiri dari : 1 saronen, 1
gong besar, 1 kempul, 1 satu kenong besar, 1 kenong tengahan, 1 kenong kecil, 1
korca, 1 gendang besar, 1 gendang dik-gudik (gendang kecil ). Namun seiring
dengan bergulirnya waktu nuansa islami tak dapat lagi ditangkap mata pada
setiap pagelaran-pagelaran musik itu.
Yang menarik dan menjadi jiwa dari musik asal
Madura itu adalah alat tiup berbentuk kerucut, terbuat dari kayu jati dengan
enam lobang berderet di depan dan satu lubang di belakang. Sebuah gelang kecil
dari kuningan mengaitkan bagian bawah dengan bagian atas ujungnya terbuat dari
daun siwalan . Pada pangkal atas musik itu ditambah sebuah sayap dari tempurung
menyerupai kumis , menambah kejantanan dan kegagahan peniupnya. Alat tiup yg
mengerucut ini berasal dari Timur Tengah yang dimodifikasi bunyinya. Dalam sebuah buku
yang berjudul “ Lebur; Seni Budaya dan Musik
Madura” karangan Helene Bourvier. Saronen adalah sebuah alat
musik yang berasal dari timur tengah. Alat musik itu di
daerah asalnya dikenal dengan beraneka ragam nama, yaitu surnai, sirnai, sarune, shahnai.
Alat musik Saronen biasanya dipakai sebagai
pembuka komposisi dengan permainan solo. Suaranya yang sedikit sengau dan
demikian keras, meloncat-loncat, melengking-lengking dan meliuk-liuk dalam
irama yang menghentak. Baru setelah itu diikuti oleh pukulan alat musik
lainnya. Perpaduan alat-alat musik tersebut menghasilkan keselarasan irama.
Setiap komposisi musik yang dimainkan, diawali
dalam tempo lamban yang berubah menjadi tempo medium, lalu semakin cepat, atau
sebaliknya, permainan diawali langsung dalam tempo medium langsung berubah
menjadi cepat dan berakhir dengan tempo yang semakin cepat. Permainan yang
sangat variatif dan penuh improvisasi dari para pemain, serta teriakan yang
dilontarkan para pemain menambah kegairahan pada irama yang sudah melengking
dan meloncat-loncat. Dalam setiap permainan, setiap komposisi lagu berakhir
seketika, dalam arti semua instrumen berhenti pada saat yang sama.
Seperti halnya instrumen musik lain, Saronen
dapat dimainkan sesuai dengan jenis irama yang diinginkan. Walaupun
sangat dominan memainkan jenis irama mars, dalam bahasa Madura irama
sarka’, Saronen itu mampu menghasilkan jenis irama lainnya, yaitu irama
lorongan (irama sedang). Jenis irama itu terdiri dari dua, yaitu irama
sedang “lorongan jhalan” dan irama slow ‘lorongan toju’.
Masing-masing irama tersebut dimainkan di berbagai kegiatan kesenian dengan
acara serta suasana yang berbeda
Untuk irama sarka’, biasanya dimainkan dalam
suasana riang dan permainan musik cepat dan dinamis. Tujuannya adalah
memberikan semangat dan suasana hangat. Adapun semua lagu dapat digubah
dalam irama sarka’. Sementara itu, untuk jenis irama lorongan, baik lorongan
jhalanlorongan toju’ (slow), lagu-lagu yang dimainkan biasanya berasal
dari berbagai lagu gending karawitan. (sedang) atau
Ketika mengiringi kerapan sapi menuju
lapangan untuk berlaga, irama sarka’ itu dimainkan untuk memberikan dorongan
semangat, baik kepada sapi atau pun pemilik serta para pengiring-nya. Begitu
pula ketika Saronen mengiringi sepasang pengantin, irama itu dimainkan
sampai sepasang pengantin itu mencapai pintu gerbang. Musik ber-irama sarka’ itu,
mampu menciptakan suasana hangat dan kegembiraan bagi penonton.
Sedangkan irama lorongan jhalan (irama sedang),
biasanya dimainkan pada saat dalam perjalanan menuju lokasi tujuan. Baik
ketika sedang mengiringi sapi kerapan ataupun atraksi sapi sono’. Selain itu,
irama itu dimainkan ketika mengiringi atraksi kuda serek (jarankenca’) atau pun
di berbagai acara ritual yang berkaitan dengan prosesi kehidupan
manusia. Adapun lagu-lagu yang dimainkan berasal dari lagu-lagu gending
karawitan, seperti gending Nong-Nong, Manyar Sebuh, Lan-jalan ataupun Bronto
Sewu.
Irama lorongan toju’, biasanya memainkan
lagu-lagu gending yang ber-irama lembut (slow). Jenis irama itu dipakai untuk
mengungkapkan luapan perasaan yang melankonis, rindu dendam, suasana sedih
ataupun perasaan bahagia. Irama lorongan toju’ biasa dimainkan ketika
mengiringi pengantin keluar dari pintu gerbang menuju pintu pelaminan.
Adapun gending-gending yang dimainkan adalah alunan gending Angling, Rarari,
Puspawarna, Kinanti, Gung-Gung dan lainnya.
Dalam setiap penampilan agar semakin memikat,
biasanya para pemain menggunakan seragam yang sama. Untuk acara-acara ritual,
para pemain biasanya memakai odheng
Madura dan bersarung; ada juga yang mengenakan celana dan baju hitam
longgar khas petani Madura serta berkaos dengan motif garis-garis panjang
berwarna merah putih. Namun di kalangan kaum muda biasanya mereka tampil lebih
modern, dengan mengenakan pakaian warna-warna terang dan mencolok serta memakai
rompi yang dihiasi oleh rumbai-rumbai benang emas. Penampilan mereka
semakin keren dengan memakai kaca mata hitam serta topi lakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar